Cari Blog Ini

Kamis, 10 Desember 2009

NILAI-NILAI TAKWA DALAM BERPAKAIAN


NILAI-NILAI TAQWA DALAM BERPAKAIAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari berpakaian adalah suatu yang penting bagi manusia. Terlebih dalam konteks manusia sebagai makhluk social. Ada beragam nilai yang melatarbelakangi manusia untuk berpakaian selain melihat fungsi dari pakaian itu sendiri yang pada zaman sekarang sangat mutifungsi seperti melindungi badan dari panas dan dingin, perhiasan, tuntutan karir, tuntutan mode, gengsi social, dan lain sebagainya.
Salah satu nilai yang melatarbelakangi manusia untuk berpakaian adalah nilai agama, dalam hal ini adalah agama Islam. Dalam Islam, berpakaian adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan dalam rangka ketaatan umat Islam atas perintah Allah swt yang mana perintah tersebut termaktub daam Al Qur’an ataupun yang disampaikan oleh utusan Allah yang dikenal dengan Al Hadits.
Fungsi berpakaian dalam Islam adalah dalam kerangka menutup aurat sebagai wujud ketaatan (taqwa). Selain itu juga mencakup fungsi-fungsi secara umum yang telah disebutkan di atas. Ditambah lagi berfungsi untuk menjaga kehormatan dan martabat manusia yang merupakan ciri khusus yang hanya dimiliki manusia dan tidak dimiliki oleh makhluk lain yang ada di bumi (hewan dan tumbuhan).
Taqwa sangat penting dan dibutuhkan dalam setiap kehidupan seorang muslim. Namun masih banyak yang belum mengetahui hakekatnya. Setiap jum’at para khotib menyerukan taqwa dan para makmumpun mendengarnya berulang-ulang kali. Namun yang mereka dengar terkadang tidak difahami dengan benar.
Sering kali kita mendengar kata taqwa, bahkan kata taqwa tersebut sering dijadikan dasar atau pijakan untuk melakukan suatu perbuatan. Banyak orang yang mengatakan “jadilah pribadi yang bertaqwa” atau dalam setiap khutbah jum’at para khatib sering mewasiatkan agar senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita. Tapi tidak semua orang mengetahui makna yang sebenarnya dan apa yang akan diperoleh dari sebuah ketaqwaan yang tertanam dalam diri kita, sehingga tidak pernah mau berusaha untuk mencapai jalan yang bisa mendorong pada ketaqwaan tersebut.
Untuk mengenal hakekat taqwa tentunya harus kembali kepada bahasa Arab, karena kata tersebut memang berasal darinya. Kata taqwa (التَّقْوَى) dalam etimologi bahasa Arab berasal dari kata kerja (وَقَى) yang memiliki pengertian menutupi, menjaga, berhati-hati dan berlindung. Oleh karena itu imam Nashr ibn Muhammad ibn Ibrahim As Samarqandi menyatakan: Taqwa adalah menghindari semua larangan-larangan Allah dan mengamalkan perintah-perintah Allah.
Taqwa dalam istilah syar’i adalah menjaga diri dari perbuatan dosa, dengan demikian maka bertaqwa kepada Allah adalah rasa takut kepadanya dan menjauhi kemurkaannya. Seakan-akan kita berlindung dari kemarahan dan siksaannya dengan mentaatinya dan mencari keridhoannya.taqwa merupakan ikatan yang mengikat jiwa agar tidak lepas control mengikuti keinginan dan hawa nafsunya. Dengan ketaqwaan seseorang dapat menjaga dan mengontrol etika dan budi pekertinya dalam setiap saat kehidupannya karena ketakwaan pada hakekatnya adalah muroqabah dan berusaha keras mencapai keridhoan Allah serta takut dari adzabnya.sangat pas sekali definisi para ulama yang menyatakan ketaqwaan seorang hamba kepada Allah adalah dengan menjadikan benteng perlindungan diantara dia dengan yang ditakuti dari kemurkaan dan kemarahan Allah dengan melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
B. PENJELASAN TENTANG AURAT
Dewasa ini di kalangan masyarakat terdapat beragam cara berpakaian. Di antara mereka ada yang mengindahkan nilai-nilai yang telah berlaku dan ada yang tidak. Begitu pula dengan masyarakat muslim yang ada di Indonesia, dan mungkin juga di negara-negara lain, walaupun dalam Islam sendiri telah dirinci dalam kaitan masalah berpakaian. Bahkan yang sangat memprihatinkan, ada sebagian masyarakat yang berpakaian setengah telanjang dan hanya menutupi bagian-bagian vitalnya saja. Akan tetapi ketika mereka ditanya, banyak diantara mereka yang mengaku sebagai orang Islam. Apakah ini bagian dari kemajuan?
Menurut Syaikh Al Fairuz Zabady, aurat adalah setiap anggota tubuh yang dapat membuat malu apabila terlihat oleh orang lain. Secara umum ulama membedakan antara aurad laki-laki dan perempuan. Jumhur ulama berpendapat yang wajib ditutup bagi laki-laki adalah bagian tubuh yang terletak antara pusar dan lutut. Sedangkan untuk perempuan adalah seluruh bagian tubuh kecuali wajah dan telapak tangan dan ini semua adalah syarat yang harus dilakukan sebelum sholat.
Banyak ayat Al Qur’an yang menjelaskan tentang kewajiban menutup aurat, diantaranya adalah:
QS AL Ahzab
ياايها النبي فل لأزوجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلبيبهن ذالك ادنى ان يعرفن فلايؤذين وكان الله غفورارحيما
[59] Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.
QS AL A’rof
يبنى ءادم قد انزلنا عليكم لباسا يوري سوءاتكم وريشا ولباس التقوى ذلك خير ذلك من ءايت الله لعلهم يتذكرون
[26] Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.
QS An Nuur:
وقل للمؤمنت يغضضن من ابصارهن ويحفظن فروجهن ولايبدين زينتهن الاماظهر منها وليضربن بخمورهن على جيوبهن ولايبدين زينتهن الا لبعولتهن او ءاباءهن اوءاباء بعولتهن اوابناءهن اوابناء بعولتهن اواخونهن اوبنى اخونهن او بنى اخوتهن اونساءهن اوما ملكت ايمنهن اوالتبعين غيراولىالإربة من الرجال اوالطفل الذين لم يظهرواعلى عورة النساء ولايضربن بارجلهن ليعلم ما يخفين من زينتهن وتوبوا الى الله جميعا ايه المؤمنون لعلكم تفلحون
[31] Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Pandangan-pandangan para imam madzhab tentang aurat :
a.Imam Syafi’i berpendapat, aurat laki-aki ketika shalat adalah anggota tubuh antara pusar dan lutut, pusar dan lutut menurut imam Syafi’i bukan merupakan aurat, yang termasuk aurat bagi laki-laki adalah antara keduanya, tetapi untuk memastikan menutup antara keduanya harus menyertakan keduanya pula dalam menutup. Sedangkan aurat bagi perempuan menurut Imam Syafii adalah seluruh anggota tubuhnya termasuk di dalamnya rambut yang panjang kecuali wajah dan telapak tangan.
b.Imam Hanafi berpendapat aurat laki-laki adalah mulai dari pusar dan lutut, lutut menurut Imam Hanafi termasuk aurat, sedangkan pusar tidak. Sedangkan aurat perempuan menurut Imam Hanafi adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali bagian dalam telapak tangan dan bagian luar telapak kaki.
c.Imam Hambali berpendapat sama seperti pendapat Imam Syafii baik bagi laki-laki maupun perempuan. Tetapi menurut Imam Hambali telapak tangan termasuk aurat bagi perempuan.
d.Imam Malik berpendapat aurat bagi laki-laki dibagi dua, yaitu Mughaladzah dan Mukhaffafah. Yang termasuk mughaladzah adalah qubul dan dubur, sedangkan yang mukhaffafah adalah yang di antara pusar dan lutut. Begitu pula bagi wanita juga dirinci aurat yang Mughaladzah dan yang Mukhafafah. Yang Mughaladzah adalah semua anggota badan kecuali yang menjadi ujung dan pangkal. Sedangkan aurat yang Mukhafafah bagi peremuan adalah punggung, kedua tangan, leher, kepala, lutut sampai akhir kaki, sedangkan wajah dan kedua telapak tangan baik yang luar maupun yang dalam bukan merupakan aurat secara mutlak.
C. FENOMENA JILBAB GAUL
Pakaian adalah apapun yang digunakan manusia dalam rangka menutup sebagian atau seluruh anggota tubuhnya. Model cara berpakaian berbeda dalam setiap daerah. Jenis-jenisnya pun berbeda pula. Perbedaan ini disebabkan oleh latar belakang yang bermacam-macam aspek, diantaranya adalah aspek geografis, budaya, adat istiadat, fungsi, dan lain sebagainya.
Secara umum Islam tidak mewajibkan salah satu cara berpakaian tertentu. Akan tetapi, Islam memberikan batas-batas pakaian yang boleh digunakan dan yang tidak boleh digunakan. Diantaranya harus menutup aurat, tidak menggambarkan warna dan bentuk tubuh, terlebih bagi perempuan, tidak terbuat dari sutera bagi laki-laki, tetapi boleh bagi perempuan, terbuat dari bahan yang suci secara syar’i, dan sebagainya.
Apabila batas-batas yang telah disebutkan di atas telah terpenuhi, maka bagaimanapun model dan bentuknya, pakaian tersebut boleh digunakan menurut Islam. Dan apabila seorang muslim tidak melanggar batas-batas aturan yang telah ditetapkan oleh Islam dalam masalah berpakaian, hal tersebut merupakan sebuah indikasi ketaatan seorang muslim terhadap Allah swt dan RasulNya (taqwa).
Salah satu buah taqwa adalah termasuk penyebab turunnya rizki dari Allah Tabaraka Wa Ta’ala. Inilah salah satu keutamaan yang tidak pernah disadari oleh setiap insan, bahkan seringkali dilupakan.
Jilbab berasal dari bahasa Arab al jilbab yang dalam kamus Al Munawwir diartikan dengan baju kurung panjang atau sejenis jubah bagi kaum perempuan. Ini adalah salah satu model pakaian yang sering dipakai oleh para muslimah dalam kesehariannya.
Pada awalnya model pakaian ini berbentuk agak longgar dan menutup seluruh anggota badan sehingga tidak dapat menonjolkan lekuk-lekuk tubuh perempuan, dan terdiri dari satu setel baju dan bawahan yang menjadi satu (tidak terpisah). Karena pengaruh mode dan kreativitas para muslimah, maka bermunculan berbagai jenis jilbab yang pada saat ini banyak ragamnya di masyarakat. Hal ini bukan merupakan suatu masalah selagi masih sesuai dengan aturan-aturan yang telah disebutkan.
Akan tetapi, terjadi pada saat ini, karena mungkin kurangnya pengetahuan-pengetahuan tentang batasan-batasan cara berpakaian yang ditetapkan Islam, muncul pada saat ini apa yang disebut dengan “Jilbab gaul”.
Atau bahkan sebenarnya mereka mengetahui tentang batasan-batasan tersebut, tetapi karena ingin dibilang gaul, mereka tidal lagi memperdulikan norma-norma yang telah digariskan syara’ demi untuk memperoleh sebutan sebagai “Anak gaul”, atau dengan bahasa lain banyak saat ini yang rela menjual agamanya dengan sesuatu yang bersifat duniawi yang dalam hal ini menjual agama dengan sebutan “Anak gaul”. Yang lebih memprihatinkan adalah remaja putri yang memakai jilbab gaul dalam kesehariannya adalah banyak diantara mereka yang notanene berada dilingkungan yang bercorak islami, seperti kampus islam, sekolah islam, majlis pengajian, dan lain sebagainya. Dan tidak ketinggalan pula kampus kita yang tercinta UIN Sunan Kalijaga, sungguh suatu kenyataan yang sangat disesalkan sekali.
Jilbab gaul adalah sejenis pakaian wanita yang sebenarnya telah menutup aurat, akan tetapi masih menonjolkan lekuk-lekuk tubuh pemakainya. Dan karena pakaian ini terdiri dari atasan dan bawahan yang terpisah, sehingga ketika mereka duduk atau agak menunduk, maka terlihat celana dalamnya atau bahkan punggungnya.
Ini adalah fenomena yang mengindikasikan penurunan nilai ketaqwaan dalam diri sebagian umat Islam. Walaupun ada hadist yang mengatakan bahwa ketaqwaan itu letaknya dihati, tetapi dengan melihat sisi luar dari seseorang kita bisa memprediksi keadaan hati atau jiwa seseorang dengannya. Seperti apa yang diungkapkan oleh pepatah arab:
الظاهر يدل على البطين
Atau yang sering diungkapkan oleh ulama fiqh dalam rangka memberikan suatu putusan hukum, yaitu:
نحن نحكم بالظواهر والله يتولى بالسرائر
Berikut ini beberapa ungkapan para ulama salaf dalam menjelaskan pengertian taqwa:
1.        Kholifah yang mulia Umar bin al Khothob pernah bertanya kepada Ubai bin Ka’ab tentang taqwa. Ubai bertanya: wahai amirul mukminin, apakah engkau pernah melewati jalanan penuh duri? Beliau menjawab: ya, Ubai berkata lagi: apa yang engkau lakukan? Umar menjawab: saya teliti dengan seksama dan saya lihat tempat berpijak kedua telapak kakiku. Saya majukan satu kaki dan mundurkan yang lainnya khawatir terkena duri. Ubai menyatakan: itulah taqwa.
2.        Kholifah Umar bin al Khothob pernah berkata: tidak sampai seorang hamba kepada hakekat taqwa hingga meninggalkan keraguan yang ada dihatinya.
3.        Kholifah Ali bin Abi Tholib pernah ditanya tentang taqwa, lalu beliau menjawab: takut kepada allah, beramal dengan wahyu (Al Qur’an dan Sunnah) dan ridho dengan sedikit serta bersiap-siap untuk menhadapi hari kiamat.
4.        Sahabat ibnu Abas menyatakan: orang yang bertaqwa adalah orang yang takut dari allah dan siksaannya.
5.        Thoriq bin Habib berkata: taqwa adalah beramal ketaatan kepada Allah diatas cahaya dari Allah karena mengharap pahalanya dan meninggalkan kemaksiatan diatas cahaya dari Allah karena takut siksaannya
6.        Ibnu Mas’ud menafsirkan firman Allah:  اتَّقُواْ اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ dengan menyatakan: taat tanpa bermaksiat dan ingat Allah tanpa melupakannya dan bersyukur. Taqwa ada dikalbu, taqwa adalah amalan hati (kalbu) dan tempatnya di kalbu, dengan dasar firman Allah Ta’ala.
Demikianlah perintah Allah:
ذالك ومن يعظم شعائر الله فإنها من تقوى القلوب
"Demikianlah, dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati." (qs. 22:32) .
Dalam ayat ini taqwa di sandarkan kepada hati, karena hakekat taqwa ada dihati. Demikian juga firman Allah:
إن الذين يغضون أصواتهم عند رسول الله أولائك الذين امتحن الله قلوبهم للتقوى لهم مغفرة وأجر عظيم
“Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertaqwa”. (Qs. 49:3) Sedangkan dalil dari hadits nabi tentang hal ini adalah sabda beliau:
التَّقْوَى هَهُنَا التَّقْوَى هَهُنَا التَّقْوَى هَهُنَا ويُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ )ثَلاَثَ مَرَّاتٍ( بحَسْبِ امْرِىءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ اْلمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُّهُ وَعِرْضُهُ
Taqwa itu disini! Taqwa itu disini! Taqwa itu disini! dan beliau mengisyaratkan ke dadanya (tiga kali). Cukuplah bagi seorang telah berbuat jelek dengan merendahkan saudara muslimnya. Setiap muslim diharamkan atas muslim lainnya dalam darah, kehormatan dan hartanya. (hr Al Bukhori Dan Muslim ). Juga hadits qudsi yang masyhur dan panjang dari sahabat Abu Dzar yang ringkasannya adalah :
يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا
“Wahai hambaku, seandainya seluruh kalian yang terdahulu dan yang akan datang, manusia dan jin seluruhnya berada pada ketakwaan hati seorang dari kalian tentulah tidak menambah hal itu sedikitpun dari kekuasaanku”. (HR Muslim).
Dalam hadits ini ketaqwaan disandarkan kepada tempatnya yaitu kalbu. Namun walaupun ketaqwaan adalah amalan hati dan adanya dihati, tetap saja harus dibuktikan dan dinyatakan dengan amalan anggota tubuh. Siapa yang mengklaim bertaqwa sedangkan amalannya menyelisihi perkataannya maka ia telah berdusta. Ketaqwaan ini berbeda-beda sesuai kemampuan yang dimiliki setiap individu, sebagaimana firman Allah :
فاتّقوا اللّهَ ما استَطَعتُم الأية
“Bertaqwalah kepada Allah semampu kalian.”
Imam An Nawawi dalam tafsirnya Marah Labid menjelaskan surat Al Baqarah ayat 177 tentang cirri-ciri orang yang baik dan sekaligus ciri-ciri orang yang bertaqwa adalah harus memiliki 8 ciri dan harus memenuhi 8 ciri tersebut, yaitu :
1.Iman kepada Allah.
2.Iman kepada hari akhir.
3.Iman kepada malaikat.
4.Iman kepada kitab-kitab Allah.
5.Iman kepada para nabi.
6.Bersedia menyerahkan harta dalam melaksanakan perintah Allah.
7.Melaksanakan shalat dan membayar zakat.
8.Melaksanakan janji-janji.
Allah Swt berfirman:
وليس البر بأن تأتوا البيوت من ظهورها ولكن البر من اتقى وأتوا البيوت من أبوابها واتقوا الله لعلكم تفلحون الأية
“Bukanlah kebajikan itu kalian memasuki rumah-rumah dari belakangnya, tetapi (pemilik) kebajikan itu adalah orang yang bertakwa. Masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan bertaqwalah kepada Allah agar kalian beruntung.” (QS. Al-baqarah [2]: 189).
Sebab turunnya (Asbab an-Nuzul) ayat tersebut ada beberapa versi (Ibn Katsir, tafsir al-Quran al-Azhim, i/281), namun intinya sama. Sejak zaman jahiliah, orang-orang yang berihram pada waktu haji, ketika memasuki rumahnya, bukan dari pintu-pintunya, melainkan dari belakang, bahkan ada yang masuk dengan menaiki dindingnya. Suatu waktu, seperti diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, ada seorang anshar yang pulang menunaikan haji memasuki rumah melalui pintunya.
Padahal, orang-orang anshar, apabila pulang haji, tidak memasuki rumah dari pintunya, melainkan dari belakang. Orang tersebut seakan-akan menjadi aib akibat perbuatannya itu. Sebab, mendatangi rumah dari belakang menurut orang-orang waktu itu lebih dekat pada kebajikan dibandingkan dengan mendatangi rumah dari pintu yang seharusnya. Pada saat itu, turunlah surat Al-Baqarah (2) ayat 189 di atas.
Satu hal yang menarik dan penting adalah susunan kalimat dalam ayat tersebut. Ketika seseorang mendengar pernyataan, bukanlah kebajikan itu kalian memasuki rumah-rumah dari belakangnya, tentu saja, sesuai kegaliban, ia berharap ayat tersebut akan sempurna dengan langsung menyatakan, tetapi kebajikan itu kalian memasuki rumah-rumah dari pintunya. Namun, dalam ayat ini Allah swt mengajarkan kepada kita, bahwa kebajikan itu bukanlah dengan mengikuti apa yang dianggap dan diklaim baik oleh logika manusia. Sebaliknya, kebajikan itu adalah taqwa kepada Allah Swt yang tercermin dari sikap takut kepada-nya dan taat pada perintah-perintah-nya. Sesuatu disebut kebajikan jika ia berasal dari Allah swt lewat wahyu-nya dan didasarkan dalam kerangka menaati zat yang mahagagah. Sebaliknya, sesuatu yang dirasa atau diklaim manusia sebagai kebajikan, jika bertentangan dengan wahyu Allah Swt, bukanlah merupakan suatu kebajikan. Inilah inti Islam dan hakikatnya.
Hal yang senada dengan ayat ini adalah surat tentang pengalihan arah kiblat dari bait al-Muqaddas (Baitul Maqdis di Yerussalem) ke masjid al-Haram di Mekkah. Dalam memahami surat Al-Baqarah (2) ayat 142-150, Imam ibn Katsir (ibid, ii/236-237), mengutip riwayat Imam al-Bukhari, menyebutkan bahwa Rasulullah saw sejak di Madinah melakukan shalat selama 16 atau 17 bulan menghadap ke bait al-Muqaddas. Lalu, beliau dan para sahabatnya diperintahkan oleh Allah swt untuk mengalihkan arah kiblatnya ke bait al-Haram. Saat itu, orang-orang yahudi, nasrani, dan munafik meledek Rasulullah saw apa yang dikehendaki Muhammad, dulu menghadap ke sana, kok sekarang menghadap ke arah lain lagi, ujar mereka. Akan tetapi, Allah swt menohok pernyataan mereka dengan ayat :
قل لله المشرق والمغرب الأية
"Katakanlah, milik Allah-lah timur dan barat itu". (qs. Al-Baqarah [2]: 142).
Artinya, hukum, hak mengatur (ath-thasharruf) dan perintah, semuanya itu milik Allah Swt (Ibn Katsir, ibid, ii/237). Bahkan di dalam surat yang sama ayat 143 Allah Swt menegaskan bahwa diubahnya arah kiblat adalah semata-mata untuk mengetahui siapa yang mengikuti Rasulullah saw dan siapa yang tidak. Sebagai kesimpulan akhir dari semua itu, Allah Swt menegaskan:
ليس البر أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ولكن البر من أمن بالله واليوم الأخر والملائكة والكتاب والنبيين وأاتى المال على حبه ذوي القربى واليتامى والمساكين وابن السبيل والسائلين وفي الرقاب وأقام الصلاة ة وأاتى الزكوة والموفون بعهدهم إذا عاهدوا والصابرين في البأساء والضراء وحين البأس أولائك الذين صدقوا وأولائك هم المتقون.
"Bukanlah menghadapkan wajah kalian ke arah timur dan barat itu sebagai suatu kebajikan. Akan tetapi, sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada allah, hari kiamat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi; memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir, dan orang yang meminta-minta; serta memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; orang-orang yang menepati janjinya jika ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa". (Qs. Al- Baqarah [2]: 177).
Dalam kesimpulannya mengenai tafsir ayat ini, Ibn Katsir menyatakan bahwa segala sesuatu harus dilakukan dalam rangka menunaikan perintah Allah Swt; dimana pun kita menghadap, di situlah kita ber-tawajjuh kepada Allah, sekalipun suatu hari kita shalat berpindah-pindah kiblat tidak masalah. Sebab, kita adalah hamba-nya, aturan dibuat oleh-nya, melayani-nya harus dimana saja. Demikian paparnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah kebajikan menurut ajaran Allah Swt bukanlah sesuatu yang dianggap baik menurut kebiasaan, logika, ataupun hawa nafsu manusia. Kebajikan adalah ketaatan kepada Allah Swt. Ketika seseorang menaati Allah Swt berarti ia berbuat kebajikan. Sebaliknya, perbuatan apapun yang diimajinasikan sebagai kebajikan, jika tidak berasal dari dalil syar’i (al-Quran, Hadist Nabi saw, ijma sahabat, dan qiyas syar’iyyah) sekalipun secara teoretis, realitas budaya, dan kondisi politik itulah yang dianggap terbaik di antara perkara-perkara buruk itu hanyalah ilusi kebajikan. Sebab, semua itu di sisi Allah Swt tidak bermakna apa-apa. Dengan kata lain, kebajikan itu terletak di dalam ketaatan pada hukum Allah Swt. Secara lebih sederhana dapat dikatakan, bahwa taqwa itulah kebajikan, dan taat kepada aturan Allah Swt itu adalah letak kebajikan.
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam kitab Al Ghunyah menjelaskan cara-cara menuju ketaqwaan sebagai berikut :
1.Menghindarkan diri dari mendzalimi orang lain dan tidak melanggar hak-hak mereka.
2.Menghindarkan diri dari dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil.
3.Menyibukkan diri dari dosa-dosa hati yang mana dosa-dosa itu adalah induk dari semua dosa-dosa. Contoh dari dosa-dosa hati adalah riya’, munafik, ujub, takabur, ambisius, tamak, takut kepada makhluk, selalu berharap kepada makhluk, mencari kedudukan, mencari pangkat, mengunggulkan etnisnya, dan lain sebagainya yang masih banyak lagi.

D. KESIMPULAN
Taqwa terlalu besar nilainya, Ia aset bagi orang mukmin dunia dan akhirat. Kalau umat Islam tahu akan nilai sebenarnya taqwa, mereka akan berlomba-lomba untuk memperolehnya. Tetapi karena mereka tidak banyak yang tahu, mereka menganggap taqwa itu bukan apa-apa dan biasa saja. Mereka tidak sang­gup berusaha untuk mendapatkannya. Akan tetapi jika mereka berbicara soal uang, harta,kekuasaan, popularitas, glamour dan perempuan, mereka sanggup bersusah payah dan berkorban apa saja.
Ketaqwaan adalah sesuatu yang harus di tunjukkan dengan ketaatan dan menjauhi semua larangan Allah swt, tanpa ketaatan berapa kalipun kita mengatakan bahwa kita adalah orang yang bertaqwa tak akan ada gunanya sama sekali. Salah satu wujud dari ketaatan adalah mengindahkan norma-norma syara’ dalam masalah berpakaian, yang mungkin ada sebagian orang menganggapnya masalah sepele, tetapi masalah berpakaian sebenarnya adalah satu permaslahan yang sangat diperhatikan oleh syara’.
Kalau kita sebatas ingin menjadi orang Islam, itu mudah. Sebatas ingin disebut sebagai orang Islam, itu gampang. Hanya dengan mengucap dua kalimah syahadah, kita sudah menjadi orang Islam. Kalau sudah bersyahadah, orang tidak bisa dikatakan seseorang itu kafir. Kalau orang itu mati, dikubur di kuburan orang Islam. Tetapi sebatas islam saja belum cukup. Itu belum menjadi jaminan keselamatan dunia dan akherat.
Hanya dengan taqwalah keselamatan dan kemulyaan dunia dan akherat dapat diraih. Seperti apa yang di firmankan Allah swt:
إن أكرمكم عند الله أتقاكم الأية
تلك الدار الأخرة نجعلها للذين لا يريدون علوا في الأرض ولا فسادا والعاقبة للمتقين الأية
Dan juga seperti apa yang disabdakan Nabi Muhammad SAW
عن مجاهد عن أبي سعيد الحدري رضي الله عنه قال : جاء رجل إلى رسول الله ص م فقال : يا نبي الله أوصني , فقال ص م : عليك بتقوى الله فإنه جامع كل خير. الحديث
Semoga kita semua diberi kemudahan oleh Allah swt untuk menjadi hamba-hamba NYA yang bertaqwa. AMIIN…
والله أعلم بالصواب
مراجع :
القرأن الكريم
مراح لبيد تفسير النواوي
الغنية للشيخ عبد القدير ابن ابي صالح الجيلاني
تنبيه الغافلين للشيخ ابو الليث السمرقندي
تفسير االقرأن العظيم للإمام إبن كثير
أسباب النزول للواحدي

0 komentar:

Posting Komentar

Followers

 

Nilai takwa dalam berpakaian. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com